Algoritma Diagnosis Ikterus pada Dewasa: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

24 March 2025 • Obgyn

Algoritma Diagnosis Ikterus pada Dewasa: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Ikterus, yang secara klinis tampak sebagai perubahan warna kuning pada kulit dan sklera, merupakan manifestasi dari hiperbilirubinemia. Kondisi ini seringkali menjadi indikator adanya gangguan pada metabolisme bilirubin yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit yang mendasari, baik pada hati maupun saluran bilier 1. Sebagai keluhan yang relatif sering ditemui dalam praktik dokter umum, diagnosis ikterus yang tepat dan cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi serius 4. Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menyajikan panduan langkah demi langkah yang praktis dan mudah diikuti bagi dokter umum dalam mendiagnosis ikterus pada pasien dewasa, berdasarkan bukti ilmiah terkini yang bersumber dari jurnal-jurnal yang terindeks di PubMed 1.

Memahami Dasar: Metabolisme Bilirubin dan Penyebab Ikterus

Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning yang dihasilkan dari pemecahan heme, komponen utama dalam sel darah merah yang sudah tua. Proses ini terjadi terutama di dalam sistem retikuloendotelial, termasuk limpa, hati, dan sumsum tulang 3. Bilirubin yang dihasilkan pertama kali adalah bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) yang tidak larut dalam air dan terikat pada albumin untuk transport dalam darah menuju hati. Di dalam hati, bilirubin tidak terkonjugasi akan mengalami proses konjugasi dengan asam glukuronat oleh enzim uridine diphosphoglucuronosyltransferase (UGT), menghasilkan bilirubin terkonjugasi (direk) yang larut dalam air. Bilirubin terkonjugasi kemudian diekskresikan melalui empedu ke dalam usus. Di usus, sebagian bilirubin akan diubah oleh bakteri menjadi urobilinogen, yang sebagian kecil akan diserap kembali ke darah dan diekskresikan melalui urin, sementara sebagian besar akan diubah menjadi sterkobilin yang memberikan warna cokelat pada feses 3.

Ikterus dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya gangguan pada metabolisme bilirubin:

  • Ikterus Pre-hepatik: Terjadi akibat peningkatan produksi bilirubin yang melebihi kemampuan hati untuk memprosesnya. Kondisi ini seringkali disebabkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah (hemolisis) seperti pada anemia hemolitik atau defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), atau akibat resorpsi hematoma yang besar 3. Pada ikterus pre-hepatik, kadar bilirubin indirek akan meningkat secara dominan.
  • Ikterus Intra-hepatik: Disebabkan oleh gangguan fungsi hati dalam memproses atau mengekskresikan bilirubin. Berbagai kondisi dapat menyebabkan ikterus jenis ini, termasuk infeksi virus hepatitis (A, B, C, D, E), penyakit hati alkoholik, efek samping obat-obatan (drug-induced liver injury/DILI), penyakit autoimun yang menyerang hati, serta gangguan genetik seperti Sindrom Dubin-Johnson dan Rotor 3. Pada ikterus intra-hepatik, dapat terjadi peningkatan baik bilirubin direk maupun indirek, tergantung pada jenis dan lokasi gangguan di dalam hati.
  • Ikterus Post-hepatik: Terjadi akibat adanya obstruksi atau sumbatan pada aliran empedu setelah bilirubin diproses oleh hati. Penyebab umum meliputi batu empedu yang menyumbat saluran bilier (kolelitiasis), tumor pada saluran bilier atau pankreas, striktur bilier (penyempitan), serta pankreatitis 3. Ikterus post-hepatik biasanya ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin direk yang dominan karena bilirubin yang sudah diproses tidak dapat diekskresikan ke usus.

Klasifikasi ini sangat membantu dokter umum dalam mengarahkan langkah-langkah diagnosis selanjutnya berdasarkan jenis hiperbilirubinemia yang dominan pada pasien.

Langkah-Langkah dalam Algoritma Diagnosis Ikterus

Diagnosis ikterus pada dewasa memerlukan pendekatan yang sistematis, dimulai dari anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik yang teliti, diikuti oleh pemeriksaan laboratorium dan pencitraan jika diperlukan.

  • Anamnesis Komprehensif: 

Langkah awal yang krusial adalah mengumpulkan informasi detail mengenai keluhan pasien. Dokter perlu menanyakan tentang onset dan durasi warna kuning pada kulit dan mata, serta faktor risiko yang mungkin relevan. Riwayat penggunaan alkohol (termasuk jumlah, frekuensi, dan durasi konsumsi) sangat penting untuk membedakan penyakit hati alkoholik dari penyebab lain 3. Penggunaan obat-obatan, termasuk obat resep, obat bebas, suplemen, dan terutama obat herbal, perlu ditanyakan secara spesifik karena banyak di antaranya yang berpotensi merusak hati 3. Riwayat keluarga dengan penyakit hati atau ikterus dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya kondisi genetik seperti Sindrom Gilbert, Dubin-Johnson, atau penyakit Wilson 8. Faktor risiko lain seperti riwayat transfusi darah, perilaku seksual berisiko, dan riwayat perjalanan ke daerah endemik hepatitis juga perlu diungkapkan 3.
Selain keluhan utama, gejala penyerta juga penting untuk ditanyakan. Nyeri perut (lokasi, sifat, dan penyebarannya) dapat mengindikasikan masalah pada bilier atau hati 7. Demam dapat mengarah pada infeksi seperti kolangitis atau hepatitis virus 7. Pruritus (gatal-gatal) seringkali berhubungan dengan adanya kolestasis 7. Perubahan warna urin menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat seperti dempul juga merupakan petunjuk penting 7. Gejala lain seperti kelelahan, mual, muntah, dan penurunan berat badan juga perlu dicatat 4. Onset gejala juga memberikan petunjuk; onset akut dalam beberapa hari hingga satu minggu mungkin mengarah pada hepatitis, sementara onset bertahap selama beberapa minggu dapat mengindikasikan obstruksi ekstrahepatik akibat keganasan atau batu empedu 8.

  • Pemeriksaan Fisik Teliti: P

Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi untuk menilai derajat ikterus pada sklera dan kulit. Ikterus biasanya akan terlihat jelas jika kadar bilirubin serum melebihi 2.5-3 mg/dL 2. Perhatikan juga adanya tanda-tanda penyakit hati kronis seperti spider nevi, eritema palmaris, dan ginekomastia 4. Palpasi abdomen dilakukan untuk mencari adanya hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali (pembesaran limpa), dan nyeri tekan, terutama pada kuadran kanan atas yang dapat mengindikasikan masalah pada hati atau kandung empedu 4. Adanya asites (akumulasi cairan di rongga perut) juga perlu dievaluasi karena sering menyertai penyakit hati lanjut. Pemeriksaan neurologis sederhana seperti mencari asterixis (flapping tremor) dan menilai status mental dapat membantu mengidentifikasi ensefalopati hepatik, yang merupakan komplikasi dari penyakit hati kronis 4.

  • Pemeriksaan Laboratorium Awal: 

Pemeriksaan laboratorium awal sangat penting untuk mengkonfirmasi adanya hiperbilirubinemia dan menentukan jenisnya. Pemeriksaan bilirubin total dan direk (terkonjugasi) harus dilakukan 1. Kadar bilirubin total normal adalah kurang dari 1 mg/dL, dan ikterus klinis biasanya terlihat ketika kadar melebihi 3 mg/dL 3. Tes Fungsi Hati (TFH) meliputi pengukuran kadar enzim hati seperti aspartate aminotransferase (AST atau SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT atau SGPT) untuk menilai kerusakan sel hati, alkali fosfatase (ALP) dan gamma-glutamyltransferase (Gamma-GT) untuk menilai adanya kolestasis atau masalah pada saluran bilier, serta albumin dan prothrombin time (PT) atau International Normalized Ratio (INR) untuk menilai fungsi sintesis hati 1. Pemeriksaan Darah Lengkap (PDL) juga diperlukan untuk mengevaluasi adanya anemia (yang mungkin mengindikasikan hemolisis) atau tanda-tanda infeksi (leukositosis) 1. Pada kasus hemolisis, jumlah retikulosit mungkin meningkat 4.

  • Interpretasi Hasil Laboratorium: 

Pola peningkatan bilirubin dapat membantu mengarahkan diagnosis. Peningkatan dominan bilirubin indirek (bilirubin total > 3 mg/dL dan bilirubin direk < 15-20% dari total) mengarah pada kemungkinan peningkatan produksi bilirubin (seperti pada hemolisis atau resorpsi hematoma) atau gangguan konjugasi bilirubin (seperti pada Sindrom Gilbert atau Sindrom Crigler-Najjar) 3. Pada Sindrom Gilbert, kadar bilirubin biasanya kurang dari 5 mg/dL dan bilirubin terkonjugasi kurang dari 20% dari total 10. Sebaliknya, peningkatan dominan bilirubin direk (bilirubin direk > 50% dari total) lebih sering disebabkan oleh masalah intra-hepatik (seperti hepatitis, sirosis, atau efek obat) atau post-hepatik (obstruksi bilier) 3.
Pola peningkatan enzim hati juga memberikan petunjuk penting. Peningkatan signifikan AST dan ALT yang lebih besar dari peningkatan ALP (pola hepatoseluler) sering ditemukan pada hepatitis virus, penyakit hati alkoholik, atau DILI 3. Rasio AST/ALT lebih dari 2:1 dapat mengarah pada diagnosis penyakit hati alkoholik 3. Peningkatan transaminase hingga ribuan unit dapat disebabkan oleh hepatitis virus akut, toksin (misalnya, parasetamol), atau iskemia hati 3. Sementara itu, peningkatan signifikan ALP yang lebih besar dari peningkatan AST dan ALT (terutama jika ALP meningkat lebih dari 3 kali batas atas normal) (pola kolestatik) dapat disebabkan oleh obstruksi bilier (batu empedu, tumor) atau penyakit hati infiltratif 2. Peningkatan kadar Gamma-GT mengkonfirmasi bahwa peningkatan ALP berasal dari hati 3.

  • Pemeriksaan Pencitraan: 

Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan modalitas pencitraan lini pertama yang non-invasif dan relatif murah untuk mengevaluasi saluran bilier (mencari dilatasi yang mengindikasikan obstruksi), kandung empedu (mencari batu), dan parenkim hati (mencari tanda-tanda sirosis atau massa) 1. USG adalah metode pencitraan yang paling tidak invasif dan paling murah 4. Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan abdomen dengan kontras intravena dapat dipertimbangkan untuk visualisasi yang lebih baik dari parenkim hati dan lesi fokal. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) sangat berguna untuk visualisasi detail saluran bilier jika USG tidak konklusif atau dicurigai adanya masalah pada saluran empedu intrahepatik 1. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) mungkin diperlukan jika ada indikasi terapeutik selain diagnostik, terutama pada kasus obstruksi bilier 11.

  • Pertimbangan Biopsi Hati

Biopsi hati mungkin diperlukan jika penyebab ikterus masih belum jelas setelah melalui tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pencitraan 1. Biopsi hati dapat membantu dalam menegakkan diagnosis definitif, menentukan prognosis, dan mengarahkan manajemen penyakit hati parenkim atau kolestatik intrahepatik. Prosedur ini sebaiknya dipertimbangkan hanya jika hasilnya akan mempengaruhi keputusan pengobatan dan prognosis pasien 4.

 

 

Gambar 1. Algoritma diagnosis jaundice pada pasien dewasa. (AST = aspartate transaminase; ALT = alanine transaminase; AP = alkaline phosphatase; GGT = γ-glutamyltransferase; CBC = complete blood count; ANA = antinuclear antibodies; anti-LKM = liver-kidney microsomal antibodies; US = ultrasonography; CT = computed tomography)

Diagnosis Diferensial Berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pencitraan, dokter umum dapat mempertimbangkan beberapa diagnosis diferensial:

  • Ikterus Pre-hepatik: Kemungkinan penyebab meliputi hemolisis akibat berbagai faktor (misalnya, anemia hemolitik autoimun, defisiensi G6PD 12, inkompatibilitas ABO 13), resorpsi hematoma yang besar, atau Sindrom Gilbert 3. Pada kondisi ini, pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan bilirubin indirek tanpa peningkatan signifikan enzim hati.
  • Ikterus Intra-hepatik: Beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan adalah hepatitis virus (A, B, C, D, E) 3, penyakit hati alkoholik 3, drug-induced liver injury (DILI) 3, hepatitis autoimun 3, kolestasis intra-hepatik seperti Primary Biliary Cholangitis (PBC) dan Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) 3, penyakit hati infiltratif (amiloidosis, sarkoidosis, limfoma) 3, serta Sindrom Dubin-Johnson dan Rotor 3. Pola peningkatan enzim hati dan riwayat pasien akan membantu membedakan kondisi-kondisi ini.
  • Ikterus Post-hepatik: Penyebab utama meliputi kolelitiasis (batu empedu yang menyumbat saluran bilier) 1, striktur bilier (jinak atau ganas), keganasan (seperti kanker pankreas, kolangiokarsinoma, atau karsinoma ampula Vateri) 1, dan pankreatitis 3. Pada ikterus post-hepatik, biasanya ditemukan peningkatan bilirubin direk dan enzim kolestatik.

Terapi Ikterus: Prinsip Umum

Terapi ikterus selalu ditujukan untuk mengatasi penyebab utama yang mendasarinya 7. Beberapa contoh terapi umum meliputi tindakan pembedahan (kolesistektomi) untuk kolelitiasis yang menyebabkan obstruksi, terapi antivirus untuk hepatitis virus 27, abstinensi total dari alkohol pada penyakit hati alkoholik 19, dan penghentian obat-obatan yang menyebabkan DILI. Pada ikterus pre-hepatik akibat hemolisis, terapi suportif seperti transfusi darah mungkin diperlukan, dan menghindari faktor pencetus penting pada kasus defisiensi G6PD 3

Pada kasus kolestasis, obat-obatan seperti ursodeoxycholic acid (UDCA) dengan dosis 13-15 mg/kg per hari dan cholestyramine dengan dosis awal 4 gram per hari (maksimal 16 gram per hari) dapat digunakan untuk mengurangi pruritus 7. Informasi mengenai dosis obat spesifik untuk berbagai penyebab ikterus memerlukan pembahasan yang lebih mendalam dan mungkin menjadi topik untuk artikel terpisah. Artikel ini berfokus pada algoritma diagnosis dan prinsip umum terapi. Perlu diingat bahwa penanganan ikterus neonatal akibat hiperbilirubinemia indirek seringkali melibatkan fototerapi 32.

Kesimpulan

Diagnosis ikterus pada dewasa memerlukan pendekatan yang sistematis dan algoritma yang jelas untuk membantu dokter umum dalam praktik sehari-hari 2. Langkah-langkah yang meliputi anamnesis komprehensif, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan laboratorium awal (terutama fraksinasi bilirubin dan tes fungsi hati), serta pemeriksaan pencitraan jika diperlukan, merupakan alur yang penting untuk diikuti. Pemahaman mengenai klasifikasi ikterus berdasarkan mekanisme dan interpretasi hasil pemeriksaan akan membantu dalam menegakkan diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak jelas, kondisi pasien kompleks, atau tidak ada perbaikan setelah penatalaksanaan awal, konsultasi dengan spesialis penyakit dalam atau gastroenterologi sangat disarankan untuk mendapatkan penanganan yang optimal 2.

Daftar Sekarang!

Bergabung dengan DokterCares Untuk persiapan PPDS